Top 10 Pola Desain Microservices yang Wajib Diketahui
Eko Susilo Harjo November 16, 2024

Microservices adalah arsitektur perangkat lunak yang semakin populer, memungkinkan aplikasi dibangun dari komponen-komponen kecil dan independen. Setiap layanan microservices memiliki tanggung jawab spesifik, sehingga memungkinkan pengembangan, perawatan, dan skalabilitas yang lebih mudah dibandingkan dengan aplikasi monolitik. Namun, arsitektur microservices juga memiliki tantangan tersendiri, seperti manajemen data terdistribusi, komunikasi antar-layanan, dan keamanan. Untuk mengatasi tantangan ini, berbagai pola desain microservices telah dikembangkan.
Berikut adalah 10 pola desain microservices yang dapat membantu Anda membangun dan mengelola aplikasi berbasis microservices dengan lebih efektif:
1. Database Per Service Pattern
Setiap layanan memiliki basis datanya sendiri, sehingga layanan dapat berkembang dan dikelola secara independen. Manfaat utama dari pola ini adalah:
- Loose Coupling: Meminimalkan ketergantungan antar-layanan.
- Fleksibilitas Teknologi: Setiap tim dapat memilih database yang sesuai dengan kebutuhan layanan.
Tantangan yang sering dihadapi dengan pola ini meliputi manajemen beberapa basis data dan kesulitan dalam melakukan query lintas layanan.
2. API Gateway Pattern
API Gateway berfungsi sebagai titik masuk tunggal untuk semua permintaan klien. Manfaat utama dari pola ini adalah:
- Interaksi Klien yang Sederhana: Klien hanya berinteraksi dengan satu titik.
- Manajemen Terpusat: API Gateway dapat menangani masalah otentikasi, pengelolaan log, dan pembatasan kecepatan.
Kekurangan pola ini adalah potensi menjadi titik kegagalan tunggal (single point of failure) dan peningkatan latensi jika tidak dioptimalkan dengan baik.
3. Backend for Frontend (BFF) Pattern
Pola BFF menyediakan backend khusus untuk setiap aplikasi front-end (misalnya, aplikasi web atau mobile). Manfaat pola ini meliputi:
- Komunikasi yang Dioptimalkan dengan Frontend: Setiap frontend hanya menerima data yang relevan.
- Pengurangan Kompleksitas di Frontend: Backend menangani logika bisnis, sementara frontend tetap sederhana.
Namun, pola ini menambah kompleksitas dalam pengelolaan beberapa backend dan potensi duplikasi kode.
4. Command Query Responsibility Segregation (CQRS)
CQRS memisahkan tanggung jawab antara operasi baca dan tulis dalam sistem. Manfaat utama pola ini:
- Optimasi Performa: Baca dan tulis dapat dioptimalkan terpisah.
- Skalabilitas: Operasi baca dan tulis dapat diskalakan independen.
Tantangan utama CQRS adalah menjaga konsistensi data antara model baca dan tulis, terutama dalam sistem terdistribusi.
5. Event Sourcing Pattern
Event Sourcing menyimpan perubahan status sebagai rangkaian peristiwa (event). Manfaat utama:
- Audit Trail: Memiliki riwayat lengkap perubahan data.
- Scalability: Menyimpan hanya peristiwa, yang dapat memudahkan penskalaan.
Kekurangan pola ini termasuk kebutuhan penyimpanan yang besar dan kesulitan dalam melakukan query data.
6. Saga Pattern
Saga Pattern digunakan untuk mengelola transaksi yang berjalan lama di beberapa layanan. Pola ini membagi transaksi menjadi beberapa transaksi lokal dengan dua cara:
- Choreography: Setiap layanan memicu langkah berikutnya.
- Orchestration: Satu layanan utama mengontrol seluruh alur transaksi.
Tantangan dalam Saga Pattern meliputi kompleksitas implementasi dan kebutuhan untuk membuat transaksi kompensasi untuk mengembalikan perubahan.
7. Sidecar Pattern
Sidecar adalah layanan tambahan yang berjalan berdampingan dengan layanan utama, menangani tugas-tugas tambahan seperti log atau keamanan. Manfaat utama:
- Modularitas: Fungsionalitas tambahan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa mengganggu layanan utama.
- Isolasi Fungsi Tambahan: Layanan utama fokus pada tugas inti.
Tantangan meliputi peningkatan kompleksitas dan potensi kegagalan di sidecar yang memengaruhi layanan utama.
8. Circuit Breaker Pattern
Circuit Breaker bertindak seperti sirkuit listrik, menghentikan permintaan ke layanan yang gagal setelah beberapa kali percobaan gagal. Manfaat utama:
- Stabilitas Sistem: Mencegah kegagalan berantai.
- Pemulihan Otomatis: Setelah timeout, sistem dapat mencoba kembali.
Kelemahan pola ini adalah peningkatan latensi saat circuit breaker aktif dan perlu adanya mekanisme pemulihan yang tepat.
9. Anti-Corruption Layer (ACL)
Anti-Corruption Layer menciptakan lapisan yang menjaga sistem microservices agar tidak terpengaruh oleh sistem lama. Manfaat pola ini:
- Isolasi dari Sistem Lama: Layanan tidak harus langsung berinteraksi dengan sistem lama.
- Perlindungan Integritas Data: Mencegah perubahan yang tidak diinginkan dari sistem lama.
Tantangan ACL adalah tambahan waktu untuk membangun dan mengelola lapisan ini, terutama jika ada banyak layanan yang berinteraksi dengan sistem lama.
10. Aggregator Pattern
Aggregator Pattern menggabungkan data dari beberapa layanan microservices ke dalam satu respons. Manfaat utama:
- Efisiensi Komunikasi: Klien mendapatkan semua data yang diperlukan dalam satu respons.
- Kesederhanaan di Klien: Mengurangi kebutuhan klien untuk berkomunikasi dengan banyak layanan.
Kekurangan pola ini termasuk peningkatan kompleksitas pengelolaan data yang dikumpulkan dan potensi masalah performa jika penggabungan data tidak dioptimalkan.
Kesimpulan
Menerapkan microservices memang menawarkan fleksibilitas dan skalabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan pendekatan yang cermat dalam desain arsitektur. Pola-pola di atas adalah beberapa teknik yang umum digunakan untuk mengatasi tantangan dalam microservices dan memastikan arsitektur tetap robust, scalable, dan dapat dikelola dengan baik. Setiap pola memiliki manfaat dan kekurangan, sehingga penting untuk mempertimbangkan kebutuhan spesifik sistem sebelum memutuskan pola mana yang paling sesuai.
Menggunakan kombinasi pola-pola ini dengan tepat akan membantu Anda membangun aplikasi microservices yang efektif dan siap untuk skala besar.
Discover more from teknologi now
Subscribe to get the latest posts sent to your email.